Wednesday, February 4, 2009
TRADISI PERKAWINAN ADAT BALI
Semua tahapan perkawinan adat Bali dilakukan di rumah pengantin pria. Baru setelah beberapa hari resmi menikah, pengantin wanita akan diantarkan kembali pulang ke rumahnya untuk meminta izin kepada orang tua agar bisa tinggal bersama suami.
Perkawinan bagi masyarakat Bali menjadi bagian dalam sebuah persembahan suci kepada Tuhan. Budaya Bali juga mengenal jenis perkawinan ngerorod / merangkat / ngelayas yang merupakan cerminan kebebasan wanita Bali untuk memilih dan menentukan jodohnya. Masyarakat Bali juga memberlakukan sistem patriarki, karena dalam pelaksanan upacara perkawinan semua biaya yang dikeluarkan untuk hajatan tersebut menjadi tanggung jawab pihak keluarga laki – laki.
Disamping itu, masyarakat Bali juga masih mengenal sistem kasta dimana mereka yang berasal dari kasta yang lebih tinggi biasanya akan tetap menjaga anak gadis atau anak jejakanya agar jangan sampai menikah denagnkasta yang lebih rendah.
Dalam pelaksanaan perkawinan, setelah hari baik, termasuk jam baik yang cocok dengan hari itu, ditentukan untuk melangsungkan tahapan upacara, kedua pihak keluarga yang punya hajat menikahkan anak mereka bersiap melakukan sejumlah serangkaian tahapan adat perkawinan. Berikut sejumlah tahapannya :
Upacara Ngekep
Sehari sebelum pengantin wanita dijemput oleh pengantin pria dan keluarganya, dirumah pengantin wanita diadakan upacara Ngekeb, dimana dia tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamarnya. Acara ini tujuannya untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga. Acara ini sekaligus memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan ( anak – anak ) yang baik.
Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas.
Sesudah acara mandi dan keramas selesai akan dilanjutkan dengan upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput. Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya.
Selain berbagai kesibukan yang terjadi di rumah pengantin wanita, dikediaman pengantin pria pun tak kalah sibuk melakukan sejumlah persiapan untuk hajatan ini. Karena keseluruhan acara adat akan berlangsung di tempat ini maka mereka harus menyiapkan sejumlah penganan untuk para tamu yang hadir termasuk menyiapkan beberapa sesajen yang akan digunakan untuk upacara Mesegehagung, Mekala – kalaan, Mewidhiwidana, dan Mejauman / Ngabe Tipat Bantai.
Pada hari yang telah ditentukan untuk upacara perkawinan, pengantin pria datang ke rumah pengantin wanita dengan memakai baju kebesaran pengantin. Untuk penjemputan ini telah disediakan dua buah tandu untuk kedua mempelai. Sesampainya rombongan pengantin pria di pekarangan rumah pengantin wanita, sambil duduk diatas tandu, pengantin pria akan diantar sampai ketempat pertemuan yang disediakan untuk upacara. Secara singkat, pihak pengantar akan mengadakan pembicaraan dengan keluarga pengantin wanita. Dengan disertai seorang Malat ( Penyanyi Tembang Bali ) mereka menuju gedong, tempat pengantin wanita berada untuk persiapan upacara selanjutnya, yaitu Mungkah Lawang ( Buka pintu ).
Pada puncak acara perkawinan, biasanya keluarga pengantin wanita tidak hadir mengikuti jalannya upacara tetapi mereka akan mengangkat seorang anggota keluarga untuk bisa hadir di kediaman pengantin pria guna menyaksikan ritual upacara pernikahan tersebut.
Mungkah Lawang ( Buka Pintu )
Seorang utusan yang telah ditentukan untuk melaksanakan upacara Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi oleh seorang Malat yang menyanyikan tembang Bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah dating menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu.
Tak lama berselang akan terdengar sahutan dari dalam kamar yang dilantunkan oleh seorang Malat utusan pihak wanita yang mengatakan kalau pengantin wanita juga telah siap untuk dijemput. Lalu pintu pun terbuka dan setelah pengantin pria mendapatkan izin dari keluarga pengantin wanita, maka dia diperbolehkan memasuki kamar dan menggendong pengantin wanita untuk kemudian di dudukkan ke atas tandu yang telah disediakan. Pada saat dijemput ini, pengantin wanita dalam keadan tertutup kain kuning dari kaki hingga kepalanya, lalu keduanya akan ditandu bergegas menuju rumah pengantin pria untuk melaksanakan upacara adat berikutnya.
Upacara Mesegehagung
Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita. Disamping itu, acara ini juga bertujuan untuk membersihkan badan keduanya dari kemungkinan adanya pengaruh negatif yang mungkin merasuki mereka selama dalam perjalanan tadi.
Setelah selesai, keduanya ditandu lagi menuju kamar pengantin. Kemudian ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang menutupi tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng.
Mengkala – kalaan / Madengen – dengen
Upacara ini dilaksanakan dengan tujuan juga untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari kemungkinan adanya energy negatif dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat atau Balian. Acara ini terkadang waktunya diadakan berbarengan dengan upacara Mesegehagung atau bisa juga pada keesokan harinya berdasarkan hari baik yang telah ditentukan pihak keluarga.
Mewidhi Widana
Dengan memekai baju kebesaran pengantin, kedua pengantin melaksanakan upacara Mewidhi Widana yang dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan penyempurnaan untuk meningkatkan pembersihan diri pengantin yang telah dilakukan pada acara – acara sebelumnya. Selanjutnya, keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin dan restu Yang Kuasa. Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan.
Mejauman Ngabe Tipat Bantal
Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari yang telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejauman. Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang berisi berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam buah – buahan serta lauk pauk khas bali.
Sumber : Majalah Perkawinan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment